20 Okt 2009

Bos Marah, Kita Sakit?

Kepemimpinan seorang manajer atau bos di sebuah perusahaan ternyata dapat memberikan efek signifikan bagi kesehatan karyawan.

Buruknya skill leadership seorang bos ditambah penilaian buruk dari karyawan terhadap kinerja pimpinannya akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, demikian laporan hasil riset terbaru para ahli di Karolinska Institute di Stockholm, Swedia.

Dalam risetnya, peneliti memantau sekitar 3.000 pekerja pria berusia rata-rata 42 dan telah bekerja selama 10 tahun. Hasil studi menemukan adanya hubungan yang kuat antara kualitas kepemimpinan dengan kesehatan para karyawan.

Peneliti menyimpulkan, para karyawan yang terjebak pada situasi tidak kondusif di kantor cenderung rentan mengidap penyakit jantung ketimbang mereka yang bekerja dengan bos yang supportif.

Selain itu, kaitan antara kepemimpinan dengan kesehatan karyawan juga tak dipengaruhi faktor lain seperti kelas sosial, tingkat pendapatan, kebiasaan merokok atau minum alkohol. Masalah-masalah yang timbul pun dapat bersifat kumulatif, artinya semakin lama seseorang bekerja dengan pimpinan yang buruk, semakin buruk pula kualitas kesehatan yang dimiliki.

Para ahli yang mempublikasikan riset ini dalam jurnal Occupational and Environmental Medicine - menganjurkan setiap perusahaan untuk membenahi dan memperbaiki kemampuan manajerialnya guna memelihara kualitas kesehatan karyawannya.

Sumber: Kompas.com

Anda Takut Ditertawakan?

Tentu tak ada orang yang ingin jadi bahan olok-olok. Namun, bila Anda selalu ketakutan akan ditertawakan hingga kerap menghindar saat orang lain tengah bercanda, boleh jadi Anda mengidap gelotophobia.

Takut berlebihan akan ditertawakan orang lain termasuk dalam kelainan yang disebut gelotophobia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, gelos, yang berarti tertawa, dan phobos yang artinya takut.

Fobia ini pertama kali dibahas di Spanyol dalam acara International Summer School and Symposium on Humour and Laughter: Theory, Research and Applicationss.

Baru-baru ini para peneliti mencoba mengevaluasi rasa takut akan ditertawakan tersebut pada berbagai budaya masyarakat. Para peneliti dari Universitas Zurich, Swiss, bekerja sama dengan peneliti dari 73 negara menyebarkan kuesioner kepada 22.620 orang yang diterjemahkan dalam 42 bahasa untuk mencari tahu seperti apakah kelainan gelotophobia.

Menurut para ahli, dalam rasa takut ditertawakan, ada dua golongan alasan. Pertama, mereka yang takut ditertawakan sebagai "reaksi perasaan tidak aman" yang mencoba menyembunyikan rasa kurang pede-nya dari orang lain atau percaya bahwa tidak ada hal lucu yang perlu ditertawakan.

Kedua, "reaksi penghindaran", yang selalu menghindari situasi serupa di tempat ia pernah ditertawakan. Ketakutan orang dalam kelompok ini bisa berskala rendah hingga tinggi. Mereka juga selalu dihantui curiga bahwa orang lain sedang menertawakannya.

Meski gelotophobia bisa ditemukan di semua budaya, ada beberapa perbedaan yang tampak. Misalnya saja, orang dari negara Turkmenistan dan Kamboja rata-rata masuk dalam kelompok pertama atau "reaksi rasa tidak nyaman". Sementara itu, orang-orang di Irak, Mesir, dan Jordania cenderung menghindari situasi yang membuat mereka akan ditertawakan.

Sementara itu, orang di Finlandia percaya, bila orang lain sedang tertawa, mereka menertawakan dirinya. Sebanyak 80 persen orang di Thailand juga punya kecurigaan yang sama.

"Orang menertawakan orang lain karena beragam alasan. Hal ini bisa menimbulkan respons takut pada seseorang sehingga ia selalu menghindari situasi yang mengarah pada candaan. Hal ini tentu akan berdampak pada kehidupan sosialnya," kata Victor Rubio, psikolog dari Autonomous University, Madrid, Spanyol.

Sumber: kompas.com