30 Mar 2011

Bahaya Bagi Pemain Drum

Awal Maret 2011, media massa ramai memberitakan, penabuh drum grup rock Genesis, Phil Collins (60), akan mundur dari karier musik yang dijalani lebih dari 40 tahun akibat gangguan kesehatan. Pemusik kelahiran Inggris itu mengalami masalah telinga, dislokasi tulang, dan kerusakan saraf pada lengan.

Bagi pemusik, alat pendengaran merupakan harta tak ternilai. Di sisi lain, ada potensi gangguan pendengaran akibat tingginya intensitas bunyi alat musik yang dimainkan.

Berdasarkan studi Marshall Chasin dari Centre for Human Performance and Health, Kanada, intensitas (kerasnya) bunyi bass drum dapat mencapai 106 desibel (dB).

Guru Besar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenny Endang Bashiruddin memaparkan, bunyi aman bagi telinga adalah intensitas 85 dB dalam 8 jam per hari kerja atau 40 jam per minggu berdasarkan panduan Occupational Safety Health Association (OSHA).

Hukum ”tiga” dapat dimanfaatkan sebagai panduan. Artinya, setiap penambahan tiga desibel, waktu aman pajanan makin pendek. Misalnya, seseorang aman jika terpajan 85 dB dalam waktu 8 jam, 88 dB dalam waktu 4 jam, 91 dB dalam waktu 2 jam, 94 dB dalam waktu 1 jam, 97 dB dalam waktu 30 menit, 100 dB dalam waktu 15 menit, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, dapat terjadi kerusakan alat pendengaran. ”Penabuh gamelan bali yang sangat energik dan keras bunyi musiknya pernah diteliti. Ternyata, mereka mengalami gangguan pendengaran,” kata Jenny.

Proses mendengar berawal dari gelombang bunyi yang ditangkap oleh daun telinga. Bunyi diteruskan ke liang telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga (membran timpani). Bergetarnya tulang-tulang pendengaran (martil, landasan, dan sanggurdi) di telinga tengah menggetarkan cairan di rumah siput (koklea) di telinga bagian dalam. Getaran kemudian diteruskan ke saraf pendengaran (saraf auditorius) dan disampaikan ke otak untuk diinterpretasikan. Saat itulah kita mengetahui bunyi yang didengar.

Bunyi yang terlalu keras akan merusak sel-sel rambut di koklea. ”Jika terjadi terus, gangguan pendengaran semakin berat dan sulit diperbaiki,” ujarnya.

Jenny mengatakan, gangguan pendengaran akibat bising, yang dikenal sebagai noise induced hearing loss (NIHL), merupakan salah satu gangguan pendengaran yang dapat dicegah.

Pemain drum atau orang yang bekerja di lingkungan bising dapat menggunakan penutup telinga untuk mengurangi intensitas bunyi.

Menjaga organ gerak

Mengingat bermusik merupakan aktivitas yang sarat gerak, penabuh drum juga perlu mewaspadai gangguan pada organ gerak.

Dokter ahli saraf Darmawan Muljono, mewakili tim dokter dari Ramsay Spine Center Rumah Sakit Premier Bintaro, menyebutkan, cedera tulang belakang pada penabuh drum terkait erat dengan pergerakan tubuh. Selain Darmawan, tim dokter Spine Center terdiri dari ahli bedah tulang Luthfi Gatham, ahli rehabilitasi medik Peni Kusumastuti, ahli saraf Tuti Suwirno Zacharia, dan ahli radiologi Riris Himawati.

Aktivitas yang melampaui kemampuan, seperti mengangkat beban berat atau terpukul, dapat mengakibatkan kerusakan anggota gerak. Cedera juga bisa terjadi tanpa disadari, tetapi berulang-ulang dalam jangka waktu lama (minimal repetitive accumulative injury) serta pemakaian berlebihan (over-use injury). Penabuh drum berisiko mengalami cedera karena saat menabuh drum tak ada penunjang kedua lengannya sehingga besar kemungkinan timbul gangguan di tengkuk dan leher.

Leher sering mengalami cedera, seperti kerusakan tulang, persendian, dan jaringan pengikat. Gangguan itu akan mengganggu sistem saraf. Timbul nyeri di tengkuk, sakit kepala, dan kesemutan yang menjalar ke lengan. Jika berkelanjutan, terjadi pengisutan otot, akhirnya otot lemah dan lumpuh.

Risiko lain ialah gangguan saraf lengan atau saraf persendian tangan. Terjadi penjepitan saraf dalam terowongan sendi tangan akibat peradangan karena cedera. Timbul rasa nyeri, kesemutan, baal pada jari-jari tangan dan telapak serta punggung tangan, kesulitan menggenggam, lama-kelamaan otot mengisut, dan terjadi kelemahan otot-otot jari tangan.

Persendian dan otot-otot lengan juga dapat cedera, misalnya persendian gelang bahu, persendian siku, tangan, dan jari-jari. Persendian atau otot yang cedera akan terasa nyeri dan pergerakan jadi terbatas.

Guna mengurangi risiko cedera, latihan pemanasan berupa peregangan pinggang, leher, gelang bahu, lengan, siku, tangan, dan jari-jari sangat penting. Pembebanan yang bertahap untuk mengondisikan anggota gerak menghadapi segala postur dan aktivitas akan sangat membantu. Sebaiknya aktivitas yang berlebihan dihindari dengan cara beristirahat setelah beberapa pertunjukan.

”Postur tubuh yang baik saat beraktivitas dapat mencegah cedera. Letak tempat duduk dengan alat musik perlu diatur agar tidak terjadi kesalahan postur. Ukuran batang pemukul drum perlu disesuaikan dengan ukuran tangan,” kata Darmawan.

Jika terjadi cedera, pemusik disarankan berhenti sementara guna mencegah kerusakan lebih lanjut. Daerah yang cedera dikompres es selama 7-10 menit dan diistirahatkan 24-48 jam sambil melakukan latihan ringan tanpa pembebanan. Obat antiperadangan dapat dikonsumsi untuk meringankan keluhan.

Jika keluhan tidak berkurang, langkah terbaik adalah memeriksakan diri ke dokter. Keadaan kronik (cedera sudah berlangsung lama) biasanya lebih sulit ditangani. Umumnya, dilakukan tindakan fisioterapi seperti pemanasan, ultrasound, stimulasi elektris guna meningkatkan aliran darah pada daerah yang terlibat, disertai latihan peregangan mobilisasi sendi-sendi atau otot yang cedera sehingga menjadi lentur dan kuat. Pemulihan bergantung pada berat ringannya gangguan, proses baru atau lamanya, serta penyebab yang mendasari kerusakan.

Darmawan mengatakan, pencegahan dan penanganan sedini mungkin tetap yang terpenting. Kalau kesehatan tetap prima, karier bermusik pun awet terjaga.

sumber: kompas.com

29 Mar 2011

Negara-negara Tempat Orang Super Gemuk Berada

Kegemukan tidak hanya menjadi masalah di negara maju, bahkan di negara paling miskin sekalipun banyak yang mengalaminya. Banyak faktor yang mempengaruhinya, mulai dari kurang olah raga hingga diet yang tidak sehat

Badan kesehatan dunia WHO menetapkan, seseorang bisa dikatakan mengalami overweight atau kegemukan jika memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari atau sama dengan 25 kg/m2. Jika IMT sudah melebihi 30 kg/m2, maka bisa dikategorikan obesitas.

Saat ini WHO mencatat, 1 dari 3 orang di seluruh dunia memiliki masalah kegemukan sedangkan 1 dari 10 orang mengalami obesitas.

Jika tidak ada upaya untuk memperbaiki gaya hidup dan pola makan, diperkirakan jumlah penderita kegemukan akan mencapai 2,3 miliar pada tahun 2015. Angka ini cukup tinggi karena menyamai jumlah penduduk China, ditambah Amerika dan seluruh Eropa.

Masalah kegemukan juga bukan monopoli negara maju yang umumnya terlalu makmur untuk berolahraga berat. Sebuah survei yang dilakukan Globalpost sepanjang 1 dasawarsa terakhir menunjukkan, beberapa negara miskin termasuk dalam 10 negara dengan masalah kegemukan paling banyak.

Berikut ini daftar negara paling gemuk berdasarkan persentase warga yang memiliki masalah berat badan, seperti dikutip dari Globalpost, Senin (28/3/2011).

1. Samoa (93,5 persen)
Negara kepulauan yang juga terletak di Samudra Pasifik ini sebenarnya memiliki tradisi diet yang sehat yakni karbohidrat kompleks yang tinggi serat dan rendah lemak. Namun sejak terjadi migrasi orang asing pada masa Perang Dunia II, diet itu berubah dan menjadikan negara ini sebagai negara tergemuk di dunia.

2. Kiribati (81,5 persen)
Antara tahun 1964-2001, impor makanan di salah satu negara termiskin di dunia ini meningkat 6 kali lipat. Makanan yang didatangkan dari negara lain umumnya berupa makanan olahan yang banyak mengandung lemak dan tidak sehat. Tak heran negara kepulauan yang terletak di Samudra Pasifik ini menduduki posisi 'runner up' negara paling gemuk di dunia.

3. Amerika Serikat (66,7 pesen)
Sejak tahun 1960-an, 24 persen warga Amerika Serikat sudah mengalami overweight. Kini jumlahnya terus meningkat, hingga 2 dari 3 warganya bisa dikategorikan obesitas. Junk food alias makanan tidak sehat disebut-sebut sebagai pemicu utama kegemukan di Amerika Serikat.

4. Jerman (66,5 persen)
Tidak terlalu mengejutkan jika Jerman masuk salah satu negara paling gemuk, karena warganya cukup dikenal dengan budaya minum bir dan makan masakan berlemak. Dalam upaya menekan jumlah warga yang gemuk, saat ini pemerintah menyediakan buah dan sayuran sebagai cemilan gratis untuk anak sekoilah di negara tersebut.

5. Mesir (66 persen)
Jumlah pengidap masalah kegemukan di Mesir meningkat sejak tahun 1980-an. Sejak masa itu, laju pertumbuan penduduk mulai tidak terkendali sehingga pola makan menjadi tidak sehat. Terlebih dalam tradisi sebagain warganya, perempuan ditabukan untuk berolahraga.

6. Bosnia-Herzegovina (62,9 persen)
Masalah kegemukan tidak hanya terjadi di negara-negara dengan penghasilan perkapita relatif tinggi. Buktinya, Bosnia-Herzegovina yang rata-rata penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan masuk dalam 10 besar negara paling gemuk. Pemicunya antara lain diet yang tidak sehat, ditambah dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

7. Selandia Baru (62,7 persen)
Menurut penelitian dari University of Otago, masalah kegemukan di Selandia Baru dipicu oleh kecanduan menonton TV sejak kecil. Di negara ini, masalah kegemukan lebih banyak dipicu karena kurang olahraga dibandingkan karena terlalu banyak makan.

8. Israel (62,9 persen)
Sebagaimana yang terjadi di beberapa negara maju yang lain, timbunan lemak juga menjadi masalah serius di Israel. Dalam 30 tahun terakhir saja, jumlah penderita obesitas di negara ini sudah meningkat 3 kali lipat.

9. Kroasia (61,4 persen)
Di negara ini, penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian terbanyak karena salah satu faktor risikonya adalah kegemukan. Wujud keprihatinan terhadap tingginya angka kegemukan, sebuah badan amal di Kroasia pada mencatatkan rekor pembuatan celana jins terbesar di dunia pada Juni 2010. Ukurannya 6 kalu luas lapangan tenis, dijahit dari 8.023 potong jins yang disumbangkan warga.

10. Inggris (61 persen)
Cukup masuk akal jika Inggris masuk 10 besar negara dengan rata-rata IMT tertinggi di dunia, sebab di Eropa sendiri gaya hidup warga Inggris termasuk paling jarang berolahraga. Bahkan rekor manusia paling gemuk pernah dipegang seorang pria Inggris dengan berat badan 680 pound (sekitar 308 kg).

sumber: detikhealth

11 Mar 2011

Bernyanyi Bisa Meningkatkan Memori Otak

Ada banyak kegiatan yang memainkan peran penting untuk meningkatkan memori dan bernyanyi adalah salah satunya. Bernyanyi dapat meningkatkan memori dengan berbagai cara.

Hidup di kota besar dengan tingkat kesibukan yang tinggi membuat banyak orang tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri yang kemudian mengeksplorasi diri dalam kondisi yang keras, yang akhirnya mengakibatkan penurunan memori.

Orang yang tertekan biasanya mengalami peningkatan detak jantung hingga batas tertentu. Bila bernyanyi bisa mengurangi detak jantung, artinya juga bisa mengurangi tingkat stres yang merupakan penyebab utama dari gangguan memori, seperti dilansir Hubpages, Senin (7/3/2011).

Selain itu, beberapa penelitian di berbagai tempat mencapai kesimpulan yang sama bahwa bernyanyi dapat meningkatkan memori karena musik dapat mengubah suasaha hati dan meningkatkan energi sehingga dapat menurunkan risiko depresi.

Oleh karena itu, bernyanyi juga dijadikan terapi untuk pengobatan orang dengan penyakit Alzheimer (hilangnya memori otak). Meski pasien Alzheimer telah kehilangan kemampuan berkomunikasi, tetapi mereka masih bisa menikmati musik yang juga membantu meningkatkan kemampuan memori.

Bernyanyi untuk meningkatkan memori tak hanya membantu secara psikologis tetapi juga secara fisik, karena kebanyakan masalah kesehatan pada akhirnya dapat mengakibatkan penurunan memori.

Bernyanyi juga bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang diwakili oleh tingkat A immunoglobin dan kortisol, yang biasanya menandai sistem kekebalan tubuh meningkat.

Bernyanyi membantu orang untuk bersantai, perubahan mood yang lebih baik, meningkatkan tingkat kepercayaan diri, yang kesemuanya dapat membuat kemampuan memori yang lebih baik.

sumber: detikhealth