1 Agu 2011

Multitasking Bisa Berakibat Buruk Bagi Otak

Kebanyakan orang berpikir gadget tercanggih bisa membuatnya lebih gesit, fokus dan efisien. Tapi banyak peneliti percaya bahwa otak manusia tidak bisa benar-benar melakukan dua atau lebih tugas secara bersamaan.

Peneliti mengungkapkan bahwa otak tidak berjalan baik ketika seseorang mengerjakan tugas-tugas ganda yang kompleks, seperti mengemudi sambil berbicara di ponsel.

"Salah satu kegiatan harus mengalah. Entah percakapan telepon seluler atau mengemudi Anda yang akan terganggu," ujar David E. Meyer, PhD, direktur Otak, Kognisi, dan Laboratorium Aksi di Universitas Michigan, di Ann Arbor, seperti dikutip dari Health.com Senin (1/8/2011).

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan satu dekade lalu, Meyer dan koleganya menemukan bahwa orang menjadi kurang efisien ketika melakukan multitasking. Hal ini disebabkan butuh lebih banyak waktu untuk menyelesaikan satu tugas, terutama jika tugasnya kompleks.

Bagaimana multitasking mempengaruhi memori dan perhatian?

"Bentuk paling sederhana dari multitasking bisa menyebabkan gangguan pengolahan informasi atau kerja memori," kata Adam Gazzaley, MD, seorang profesor neurologi, fisiologi, dan psikiatri di University of California, San Francisco.

Peneliti dari Stanford University melakukan studi yang meminta siswa untuk mengambil kuesioner online tentang penggunaan media. Dari kelompok tersebut, para peneliti mengidentifikasi berat dan ringannya "multitasker media" kemudian membandingkan kerja partisipan terhadap tiga tes kognitif.

Studi ini menemukan bahwa multitasker media yang berat mengalami lebih banyak kesulitan dalam menyaring informasi yang tidak relevan dari lingkungan. Dengan kata lain, partisipan ini lebih rentan terhadap gangguan daripada teman-temannya. Serta ia menjadi kurang mampu untuk fokus dan memiliki kesulitan dalam beralih tugas.

Multitasking umumnya bisa menimbulkan masalah pada usia berapa pun, tapi kondisi ini akan lebih mungkin mengganggu memori pada orang yang sudah tua.

Dalam dua penelitian terbaru, Dr Gazzaley dan rekan memberikan tes untuk kelompok dewasa muda dan tua. Partisipan diberikan gambar dan diminta untuk mengingatnya 15 detik kemudian setelah diinterupsi dengan tugas kognitif yang lain.

"Kami menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua tidak bisa mengingat kembali dengan mudah. Itulah sebabnya interupsi yang diberikan memiliki dampak lebih besar pada memori kerja mereka untuk mengolah informasi dalam jangka waktu yang singkat," kata Dr Gazzaley.

Apakah remaja melakukan multitasking lebih baik?

Dr. Jay Giedd, MD, kepala unit pencitraan otak di National Institute of Mental Health's Child Psychiatry Branch telah melakukan lebih dari 7.000 kali MRI terhadap 3.000 lebih anak selama dua dekade terakhir untuk lebih memahami perkembangan otak pada anak-anak dan remaja.

"Sejauh ini, anak-anak dalam penelitian kami yang melakukan banyak multitasking mendapatkan nilai cukup bagus, mereka kreatif dan energik. Tapi disisi lain mereka mungkin lebih tertekan," ujar Dr Giedd.

Dr. Giedd mencatat bahwa anak-anak tersebut sering kurang tidur sehingga memicu terjadinya stres. Anak-anak ini sering tergoda untuk tetap bangun dan melakukan lebih banyak hal. Karena itu pada dasarnya multitasking tidaklah efisien.

"Dengan rantai penalaran yang cukup solid, dapat disimpulkan bahwa multitasking yang intens bisa dilakukan secara teratur saat Anda benar-benar peduli tentang pekerjaan, tapi bisa gagal karena keterbatasan pengolahan informasi yang akhirnya mengarah pada kondisi stres kronis," ungkap Meyer

sumber: detikhealth

Tidak ada komentar: